Dalam konteks ibadah, sholeh merupakan bahasa yang akan kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, yaitu pada saat seorang yang melakukan amalan-amalan seperti sholat, baca Al-Qur’an, dan puasa. Dalam konteks sosial juga, dapat kita jumpai seperti ketika orang memberikan bantuan terhadap sesamanya, membantu orang yang tertimpa musibah baik untuk lingkungannya maupun di luar lingkungannya. Orang yang sholeh akan banyak kita jumpai dalam kegiatan-kegiatan seperti kerjabakti, santunan anak yatim, atau relawan penanggulangan bencana alam. Tetapi, dalam konteks keluarga, orang yang bagaimana yang dikatakan orang yang sholeh ?
Dalam sebuah keluarga, seorang ayah, suami merupakan imam, pemimpin dalam keluarganya. Seorang ayah atau suami harus pandai untuk menempatkan dirinya sebagaimana layaknya ia sebagai ayah terhadap anaknya, sebagai suami terhadap istrinya. Tetapi cara yang bagaimana yang harus kita lakukan, karena tidak semua orang tahu bagaimana bersikap dalam keluarganya. Karena keberhasilan menjadi pemimpin dalam rumah tangga, bisa menjadi berkembang menjadi pemimpin di dalam suatu masyarakat baik lingkungan di tempatnya tinggal atau lingkungan kerjanya.
Setidaknya ada dua peran yang harus dijalankan seorang kepala keluarga, yaitu sebagai suami dan sebagai ayah bagi anak-anak. Seorang suami harus mampu berperan sebagai imam, teman, bahkan pembantu bagi sang istri. Sebagai Imam, suamilah yang membimbing dan mengarahkan sang istri. Dia harus bisa memberi contoh, dan menjadi kebanggaan keluarga. Kesatuan antara kata dan perbuatan mutlak dalam hal ini. Sebagai teman, seorang suami berarti harus siap menolong, mendengarkan, bahkan sebagai tempat curhat sang istri. Tidak ada lagi rasa canggung, apalagi takut saat istri mengungkapkan isi hatinya. Ini tentu susah, karena semua orang bisa memberi perintah, tetapi hanya sedikit orang yang bisa mendengar. Sedang sebagai pembantu, seorang suami harus paham kondisi dimana istri sudah kerepotan mengurus rumah tangga. Suami tidak merasa canggung saat harus membantu nyuci, nyetrika, ataupun belanja ke pasar. Bahkan saat masakan istri tidak enak sekalipun, suami akan memilih diam, demi menjaga perasaan sang istri.
Terhadap anak-anak, ayah yang sholeh harus mampu berperan sebagai idola, pembimbing, dan teman main mereka. Idola, karena anak kita akan meniru setiap kata dan perbuatan sang ayah. Pembimbing, karena anak-anak belum tahu betul mana yang baik dan mana yang buruk bagi mereka. Kedua peran ini, sebagai idola dan pembimbing, menuntut kepaduan antara kata dan perbuatan. Jika tidak, maka suatu saat anak akan komplain dan balik menyerang kita, apalagi anak-anak sekarang makin kritis. Sedang sebagai teman bermain, seorang ayah harus mampu berpikir dan bertindak layaknya anak-anak. Anak akan menemukan sosok kawan dalam pribadi sang ayah, sehingga dia tidak melulu bermain diluar. Jika seorang ayah mampu memerankan hal-hal diatas, Insya Allah anak yang sholeh bukan impian lagi. Amin Ya Rabbal Alamin.
Wallahu a’lam.
Semoga bermanfaat bagi penulis, dan kita semua sehingga kita makin bertakwa.
Senin, 27 Desember 2010
Jumat, 24 Desember 2010
Hukumnya Utang Piutang
“Semua dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali utangnya.”. Dalam hadits ini disebutkan bahwa ada seorang lelaki berkata, : Wahai Rasulullah, apakah engkau melihat bahwa apabila aku gugur di medan pertempuran dalam membela agama Allah maka dosa-dosaku akan diampuni semuanya oleh Allah SWT? Maka Rasulullah saw bersabda, “Ya, jika engkau terbunuh di medan pertempuran dalam membela agama Allah, dan engkau teguh dalam menghadapinya dan tidak melarikan diri.” Kemudian Rasulullah saw bersabda, “Apa yang engkau katakan tadi?” Lelaki itu kemudian mengulangi pertanyaannya, dan Rasulullah saw yang mulia mengulangi jawabannya sambil menambahkan, “Kecuali utang, karena sesungguhnya Jibril a.s. berkata kepadaku tentang itu.“.
Bukhari dan yang lainnya telah meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: Allah Ta’ala berfirman:
ثَلاَثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ أَعْطَى بِي ثُمَّ غَدَرَ , وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأكَلَ ثَمَنَهُ , وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيْرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَمْ يُعْطِهِ أَجْرَهُ
“Tiga Jenis (manusia) yang Aku akan menjadi musuhnya kelak pada hari kiamat, yaitu: seseorang yang memberi dengan nama-Ku, kemudian berkhianat; seseorang yang menjual orang yang merdeka (bukan budak), kemudian memakan uangnya; dan seseorang yang mempekerjakan pekerja dan telah diselesaikan pekerjaannya, tetapi ia tidak memberikan upahnya.”
Sama halnya dengan membayar hutang, membayar upah atau gaji terhadap orang yang kita pekerjakan sangat penting. Ketika kita tidak membayar upah atau terlambat membayar upah berarti kita sudah berhutang terhadap orang tersebut dan kita telah mendzoliminya. Ibnu Majah telah meriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma dan Thabrani meriwayatkan dari Jabi radhiyallahu ‘anhu serta Abu Ya’la juga meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rosulullah SAW bersabda “Berikanlah olehmu upah orang bayaran sebelum keringatnya kering”. Didalam hadits ini rosulullah memerintahkan kita untuk segera membayar upah orang yang kita pekerjakan sesegera mungkin, sampai diibaratkan sebelum keringatnya kering.
Allah memerintahkan kita untuk berbuat adil dan tidak berbuat dzolim kepada orang lain seperti yang tertuaang dalam QS. Al Maidah ayat 8 berfirman : “…dan janganlah sekali kali kebencianmu kepada suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil . Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa…”. Dalam surat tersebut kepada kaum atau golongan yang kita benci saja kita tidak boleh berbuat dzolim apalagi kepada kaum/golongan yang tidak kita benci atau bahkan saudara kita.
Allah SWT telah memberikan Islam sebagai petunjuk bagi kita semua, petunjuk mana yang baik dan yang bathil. Islam melalui Alquran dan Hadits memberikan petunjuk bagi kaum muslim bagaimana cara-cara yang benar dalam berkehidupan. Alquran dan Hadits tidak hanya memberi petunjuk dalam hal ritual ibadah saja, tetapi semua aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara diatur didalamnya, seperti berniaga, perkawinan, berpolitik, hukum kenegaraan, bahkan sampai adab tidur atau adab mandipun diatur dalam Alquran ataupun Hadits.
“Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah…”(QS Ali Imron : 112)
Rosulullah SAW bersabda : “Aku berwasiat pada kalian agar bertaqwa pada Allah subhanahu wata’ala, mendengarkan perintah dan taat meskipun yang memerintah kalian adalah seorang budak. Siapa pun di antara kalian yang masih hidup, niscaya akan menyaksikan banyak perselisihan. Karena itu, berpegang teguhlah pada sunnahku dan sunnah para khulafaur rasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah sunnah-sunnah itu dengan gigi geraham. Dan hindarilah hal-hal yang baru, karena semua yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, hadis hasan shahih. Dinukil dari Kitab Arbain Nawawiyah karya Imam Nawawi, hadis ke-28)
Dari 2 hal diatas cukuplah bagi kita untuk selalu berpegang teguh kepada Alquran dan sunnah-sunnah rosul yang tertuang dalam hadits didalam kehidupan kita sehari-hari, bukan mengikuti apa yang menjadi kebiasaan yang ada di masyarakat kita yang kadang bertentangan dengan aturan Islam di Alquran ataupun hadits.
Sumber : Muhammad Amir Rosyid
Bukhari dan yang lainnya telah meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: Allah Ta’ala berfirman:
ثَلاَثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ أَعْطَى بِي ثُمَّ غَدَرَ , وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأكَلَ ثَمَنَهُ , وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيْرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَمْ يُعْطِهِ أَجْرَهُ
“Tiga Jenis (manusia) yang Aku akan menjadi musuhnya kelak pada hari kiamat, yaitu: seseorang yang memberi dengan nama-Ku, kemudian berkhianat; seseorang yang menjual orang yang merdeka (bukan budak), kemudian memakan uangnya; dan seseorang yang mempekerjakan pekerja dan telah diselesaikan pekerjaannya, tetapi ia tidak memberikan upahnya.”
Sama halnya dengan membayar hutang, membayar upah atau gaji terhadap orang yang kita pekerjakan sangat penting. Ketika kita tidak membayar upah atau terlambat membayar upah berarti kita sudah berhutang terhadap orang tersebut dan kita telah mendzoliminya. Ibnu Majah telah meriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma dan Thabrani meriwayatkan dari Jabi radhiyallahu ‘anhu serta Abu Ya’la juga meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rosulullah SAW bersabda “Berikanlah olehmu upah orang bayaran sebelum keringatnya kering”. Didalam hadits ini rosulullah memerintahkan kita untuk segera membayar upah orang yang kita pekerjakan sesegera mungkin, sampai diibaratkan sebelum keringatnya kering.
Allah memerintahkan kita untuk berbuat adil dan tidak berbuat dzolim kepada orang lain seperti yang tertuaang dalam QS. Al Maidah ayat 8 berfirman : “…dan janganlah sekali kali kebencianmu kepada suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil . Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa…”. Dalam surat tersebut kepada kaum atau golongan yang kita benci saja kita tidak boleh berbuat dzolim apalagi kepada kaum/golongan yang tidak kita benci atau bahkan saudara kita.
Allah SWT telah memberikan Islam sebagai petunjuk bagi kita semua, petunjuk mana yang baik dan yang bathil. Islam melalui Alquran dan Hadits memberikan petunjuk bagi kaum muslim bagaimana cara-cara yang benar dalam berkehidupan. Alquran dan Hadits tidak hanya memberi petunjuk dalam hal ritual ibadah saja, tetapi semua aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara diatur didalamnya, seperti berniaga, perkawinan, berpolitik, hukum kenegaraan, bahkan sampai adab tidur atau adab mandipun diatur dalam Alquran ataupun Hadits.
“Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah…”(QS Ali Imron : 112)
Rosulullah SAW bersabda : “Aku berwasiat pada kalian agar bertaqwa pada Allah subhanahu wata’ala, mendengarkan perintah dan taat meskipun yang memerintah kalian adalah seorang budak. Siapa pun di antara kalian yang masih hidup, niscaya akan menyaksikan banyak perselisihan. Karena itu, berpegang teguhlah pada sunnahku dan sunnah para khulafaur rasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah sunnah-sunnah itu dengan gigi geraham. Dan hindarilah hal-hal yang baru, karena semua yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, hadis hasan shahih. Dinukil dari Kitab Arbain Nawawiyah karya Imam Nawawi, hadis ke-28)
Dari 2 hal diatas cukuplah bagi kita untuk selalu berpegang teguh kepada Alquran dan sunnah-sunnah rosul yang tertuang dalam hadits didalam kehidupan kita sehari-hari, bukan mengikuti apa yang menjadi kebiasaan yang ada di masyarakat kita yang kadang bertentangan dengan aturan Islam di Alquran ataupun hadits.
Sumber : Muhammad Amir Rosyid
Kamis, 23 Desember 2010
HUBUNGAN SEKSUAL SUAMI-ISTRI MENURUT TUNTUNAN ISLAM
Sebagaimana diketahui, bahwa seorang Muslim tidak boleh malu untuk menanyakan apa saja yang berkaitan dengan hokum agama, baik yang bersifat umum maupun pribadi. Oleh karena itu, izinkanlah kami mengajukan suatu pertanyaan mengenai hubungan seksual antara suami-istri yang
berdasarkan agama, yaitu jika si istri menolak ajakan suaminya dengan alasan yang dianggap tidak tepat atau tidak berdasar. Apakah ada penetapan dan batas-batas tertentu mengenai hal ini, serta apakah ada petunjuk-petunjuk yang berdasarkan syariat Islam untuMk mengatur hubungan kedua pasangan, terutama dalam masalah seksual tersebut?
Jawab:
Benar, kita tidak boleh bersikap malu dalam memahami ilmu agama, untuk menanyakan sesuatu hal. Aisyah r.a. telah memuji wanita Anshar, bahwa mereka tidak dihalangi sifat malu untuk menanyakan ilmu agama. Walaupun dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan haid, nifas, janabat,dan lain-lainnya, di hadapan umum ketika di masjid, yang biasanya dihadiri oleh orang banyak dan di saat para ulama mengajarkan masalah-masalah wudhu, najasah (macam-macam najis), mandi janabat, dan sebagainya.
Hal serupa juga terjadi di tempat-tempat pengajian Al-Qur’an dan hadis yang ada hubungannya dengan masalah tersebut, yang bagi para ulama tidak ada jalan lain, kecuali dengan cara menerangkan secara jelas mengenai hukum-hukum Allah dan Sunnah Nabi saw. dengan cara yang tidak mengurangi kehormatan agama, kehebatan masjid dan kewibawaan para ulama.
Hal itu sesuai dengan apa yang dihimbau oleh ahli-ahli pendidikan pada saat ini. Yakni, masalah hubungan ini, agar diungkapkan secara jelas kepada para pelajar, tanpa ditutupi atau dibesar-besarkan, agar dapat dipahami oleh mereka.
Sebenarnya, masalah hubungan antara suami-istri itu pengaruhnya amat besar bagi kehidupan mereka, maka hendaknya memperhatikan dan menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan
kesalahan dan kerusakan terhadap kelangsungan hubungan suami-istri. Kesalahan yang bertumpuk dapat mengakibatkan kehancuran bagi kehidupan keluarganya.
Agama Islam dengan nyata tidak mengabaikan segi-segi dari kehidupan manusia dan kehidupan berkeluarga, yang telah diterangkan tentang perintah dan larangannya. Semua telah tercantum dalam ajaran-ajaran Islam, misalnya mengenai akhlak, tabiat, suluk, dan sebagainya. Tidak ada satu hal pun yang diabaikan (dilalaikan).
Nabi saw. telah menyatakan sebagai berikut:
“Aku lebih mengenal Allah daripada kamu dan aku lebih khusyu, kepada Allah daripada kamu, tetapi aku bangun malam, tidur, berpuasa, tidak berpuasa dan menikahi wanita. Maka barangsiapa yang tidak senang (mengakui) sunnahku, maka dia bukan termasuk golonganku.”
2.Islam telah menerangkan atas hal-hal kedua pasangan setelah pernikahan, mengenai hubungannya dengan cara menerima dorongan akan masalah-masalah seksual, bahkan mengerjakannya dianggap suatu ibadat.
Sebagaimana keterangan Nabi saw.: “Di kemaluan kamu ada sedekah (pahala).” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah ketika kami bersetubuh dengan istri akan mendapat pahala?” Rasulullah saw. menjawab, “Ya. Andaikata bersetubuh pada tempat yang dilarang (diharamkan) itu berdosa. Begitu juga dilakuknn pada tempat yang halal, pasti mendapat pahala. Kamu hanya menghitung hal-hal yang buruk saja, akan tetapi tida menghitung hal-hal yang baik.”
Berdasarkan tabiat dan fitrah, biasanya pihak laki-laki yang lebih agresif, tidak memiliki kesabaran dan kurang dapat menahan diri. Sebaliknya wanita itu bersikap pemalu dan dapat menahan diri. Karenanya diharuskan bagi wanita menerima dan menaati panggilan suami.
Sebagaimana dijelaskan dalam hadis:
“Jika si istri dipanggil oleh suaminya karena perlu, maka supaya segera datang, walaupun dia sedang masak.” (H.r.Tirmidzi, dan dikatakan hadis Hasan).
Dianjurkan oleh Nabi saw. supaya si istri jangan sampai menolak kehendak suaminya tanpa alasan, yang dapat menimbulkan kemarahan atau menyebabkannya menyimpang kejalan yang tidak baik, atau membuatnya gelisah dan tegang.
Nabi saw. telah bersabda:
“Jika suami mengajak tidur si istri lalu dia menolak, kemudian suaminya marah kepadanya, maka malaikat akan melaknat dia sampai pagi.” (H.r. Muttafaq Alaih).
Keadaan yang demikian itu jika dilakukan tanpa uzur dan alasan yang masuk akal, misalnya sakit, letih, berhalangan, atau hal-hal yang layak. Bagi suami, supaya menjaga hal itu,menerima alasan tersebut, dan sadar bahwa Allah swt. Adalah Tuhan bagi hamba-hambaNya Yang Maha Pemberi Rezeki dan Hidayat, dengan menerima uzur hambaNya. Dan hendaknyahambaNya juga menerima uzur tersebut.
Selanjutnya, Islam telah melarang bagi seorang istri yang berpuasa sunnah tanpa seizin suaminya, karena baginya lebih diutamakan untuk memelihara haknya daripada mendapat pahala puasa.
Nabi saw. bersabda:
“Dilarang bagi si istri (puasa sunnah) sedangkan suaminya ada, kecuali dengan izinnya.” (H.r. Muttafaq Alaih).
Disamping dipeliharanya hak kaum laki-laki (suami) dalam Islam, tidak lupa hak wanita (istri) juga harus dipelihara dalam segala hal. Nabi saw. menyatakan kepada laki-laki(suami) yang terus-menerus puasa dan bangun malam.
Beliau bersabda:
“Sesungguhnya bagi jasadmu ada hak dan hagi keluargamu (istrimu) ada hak.”
Abu Hamid Al-Ghazali, ahli fiqih dan tasawuf? dalam kitab hya’ mengenai adab bersetubuh, beliau berkata: “Disunnahkan memulainya dengan membaca Bismillahirrahmaanir- rahiim dan berdoa, sebagaimana Nabi saw. mengatakan: “Ya Allah,jauhkanlah aku dan setan dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau berikan kepadaku’.”
Rasulullah saw. melanjutkan sabdanya, “Jika mendapat anak, maka tidak akan diganggu oleh setan.”
Al-Ghazali berkata, “Dalam suasana ini (akan bersetubuh) hendaknya didahului dengan kata-kata manis, bermesra-mesraan dan sebagainya; dan menutup diri mereka dengan selimut, jangan telanjang menyerupai binatang. Sang suami harus memelihara suasana dan menyesuaikan diri, sehingga kedua pasangan sama-sama dapat menikmati dan merasa puas.”
Berkata Al-Imam Abu Abdullah Ibnul Qayyim dalam kitabnya Zaadul Ma’aad Fie Haadii Khainrul ‘Ibaad, mengenai sunnah Nabi saw. dan keterangannya dalam cara bersetubuh. Selanjutnya Ibnul Qayyim berkata:
Tujuan utama dari jimak (bersetubuh) itu ialah:
Selanjutnya Nabi saw. bersabda:
“Wahai para pemuda! Barangsiapa yang mampu melaksanakan pernikahan, maka hendaknya menikah. Sesungguhnya hal itu menundukkan penglihatan dan memelihara kemaluan.”
Kemudian Ibnul Qayyim berkata, “Sebaiknya sebelum bersetubuh hendaknya diajak bersenda-gurau dan menciumnya, sebagaimana Rasulullah saw. melakukannya.”
Ini semua menunjukkan bahwa para ulama dalam usaha mencari jalan baik tidak bersifat konservatif, bahkan tidak kalah kemajuannya daripada penemuan-penemuan atau pendapat masa kini.Yang dapat disimpulkan di sini adalah bahwa sesungguhnya Islam telah mengenal hubungan seksual diantara kedua pasangan, suami istri, yang telah diterangkan dalam Al-Qur’anul Karim pada Surat Al-Baqarah, yang ada hubungannya dengan peraturan keluarga.
Firman Allah swt.: “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa, bercampur dengan istri-istri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu, Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah kamu, hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian, sempurnakanlah puasa itu sampai malam, (tetapi)janganlah kamu campuri mereka itu, sedangkan kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya …” (Q.s. Al-Baqarah: 187).
Tidak ada kata yang lebih indah, serta lebih benar, mengenai hubungan antara suami-istri, kecuali yang telah disebutkan, yaitu: “Mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka.” (Q.s. Al-Baqarah 187).
Pada ayat lain juga diterangkan, yaitu:
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid, katakanlah: Haid itu adalah suatu kotoran. Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlahkamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri. istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu dengan cara bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan takwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemuiNya. Dan berilah kabar gembira bagi orang-orang yang beriman.” (Q.s. Al-Baqarah: 222-223).
Maka, semua hadis yang menafsirkan bahwa dijauhinya yang disebut pada ayat di atas, hanya masalah persetubuhan saja. Selain itu, apa saja yang dapat dilakukan, tidak dilarang.
Pada ayat di atas disebutkan:
“Maka, datangilah tanah tempat bercocok tanammu dengan cara bagaimanapun kamu kehendaki.” (Q.s. Al-Baqarah: 223).
Tidak ada suatu perhatian yang melebihi daripada disebutnya masalah dan undang-undang atau peraturannya dalam Al-Qur’anul Karim secara langsung, sebagaimana diterangkan di atas.
Sumber : Bustamam Ismail on June 11, 2009
dari Buku
—————————————————
FATAWA QARDHAWI, Permasalahan, Pemecahan dan Hikmah
Dr. Yusuf Al-Qardhawi
Penerbit Risalah Gusti
Cetakan Kedua, 1996
Jln. Ikan Mungging XIII/1
Telp./Fax. (031) 339440
Surabaya 60177
berdasarkan agama, yaitu jika si istri menolak ajakan suaminya dengan alasan yang dianggap tidak tepat atau tidak berdasar. Apakah ada penetapan dan batas-batas tertentu mengenai hal ini, serta apakah ada petunjuk-petunjuk yang berdasarkan syariat Islam untuMk mengatur hubungan kedua pasangan, terutama dalam masalah seksual tersebut?
Jawab:
Benar, kita tidak boleh bersikap malu dalam memahami ilmu agama, untuk menanyakan sesuatu hal. Aisyah r.a. telah memuji wanita Anshar, bahwa mereka tidak dihalangi sifat malu untuk menanyakan ilmu agama. Walaupun dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan haid, nifas, janabat,dan lain-lainnya, di hadapan umum ketika di masjid, yang biasanya dihadiri oleh orang banyak dan di saat para ulama mengajarkan masalah-masalah wudhu, najasah (macam-macam najis), mandi janabat, dan sebagainya.
Hal serupa juga terjadi di tempat-tempat pengajian Al-Qur’an dan hadis yang ada hubungannya dengan masalah tersebut, yang bagi para ulama tidak ada jalan lain, kecuali dengan cara menerangkan secara jelas mengenai hukum-hukum Allah dan Sunnah Nabi saw. dengan cara yang tidak mengurangi kehormatan agama, kehebatan masjid dan kewibawaan para ulama.
Hal itu sesuai dengan apa yang dihimbau oleh ahli-ahli pendidikan pada saat ini. Yakni, masalah hubungan ini, agar diungkapkan secara jelas kepada para pelajar, tanpa ditutupi atau dibesar-besarkan, agar dapat dipahami oleh mereka.
Sebenarnya, masalah hubungan antara suami-istri itu pengaruhnya amat besar bagi kehidupan mereka, maka hendaknya memperhatikan dan menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan
kesalahan dan kerusakan terhadap kelangsungan hubungan suami-istri. Kesalahan yang bertumpuk dapat mengakibatkan kehancuran bagi kehidupan keluarganya.
Agama Islam dengan nyata tidak mengabaikan segi-segi dari kehidupan manusia dan kehidupan berkeluarga, yang telah diterangkan tentang perintah dan larangannya. Semua telah tercantum dalam ajaran-ajaran Islam, misalnya mengenai akhlak, tabiat, suluk, dan sebagainya. Tidak ada satu hal pun yang diabaikan (dilalaikan).
- Islam telah menetapkan pengakuan bagi fitrah manusia dan dorongannya akan seksual, serta
Nabi saw. telah menyatakan sebagai berikut:
“Aku lebih mengenal Allah daripada kamu dan aku lebih khusyu, kepada Allah daripada kamu, tetapi aku bangun malam, tidur, berpuasa, tidak berpuasa dan menikahi wanita. Maka barangsiapa yang tidak senang (mengakui) sunnahku, maka dia bukan termasuk golonganku.”
2.Islam telah menerangkan atas hal-hal kedua pasangan setelah pernikahan, mengenai hubungannya dengan cara menerima dorongan akan masalah-masalah seksual, bahkan mengerjakannya dianggap suatu ibadat.
Sebagaimana keterangan Nabi saw.: “Di kemaluan kamu ada sedekah (pahala).” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah ketika kami bersetubuh dengan istri akan mendapat pahala?” Rasulullah saw. menjawab, “Ya. Andaikata bersetubuh pada tempat yang dilarang (diharamkan) itu berdosa. Begitu juga dilakuknn pada tempat yang halal, pasti mendapat pahala. Kamu hanya menghitung hal-hal yang buruk saja, akan tetapi tida menghitung hal-hal yang baik.”
Berdasarkan tabiat dan fitrah, biasanya pihak laki-laki yang lebih agresif, tidak memiliki kesabaran dan kurang dapat menahan diri. Sebaliknya wanita itu bersikap pemalu dan dapat menahan diri. Karenanya diharuskan bagi wanita menerima dan menaati panggilan suami.
Sebagaimana dijelaskan dalam hadis:
“Jika si istri dipanggil oleh suaminya karena perlu, maka supaya segera datang, walaupun dia sedang masak.” (H.r.Tirmidzi, dan dikatakan hadis Hasan).
Dianjurkan oleh Nabi saw. supaya si istri jangan sampai menolak kehendak suaminya tanpa alasan, yang dapat menimbulkan kemarahan atau menyebabkannya menyimpang kejalan yang tidak baik, atau membuatnya gelisah dan tegang.
Nabi saw. telah bersabda:
“Jika suami mengajak tidur si istri lalu dia menolak, kemudian suaminya marah kepadanya, maka malaikat akan melaknat dia sampai pagi.” (H.r. Muttafaq Alaih).
Keadaan yang demikian itu jika dilakukan tanpa uzur dan alasan yang masuk akal, misalnya sakit, letih, berhalangan, atau hal-hal yang layak. Bagi suami, supaya menjaga hal itu,menerima alasan tersebut, dan sadar bahwa Allah swt. Adalah Tuhan bagi hamba-hambaNya Yang Maha Pemberi Rezeki dan Hidayat, dengan menerima uzur hambaNya. Dan hendaknyahambaNya juga menerima uzur tersebut.
Selanjutnya, Islam telah melarang bagi seorang istri yang berpuasa sunnah tanpa seizin suaminya, karena baginya lebih diutamakan untuk memelihara haknya daripada mendapat pahala puasa.
Nabi saw. bersabda:
“Dilarang bagi si istri (puasa sunnah) sedangkan suaminya ada, kecuali dengan izinnya.” (H.r. Muttafaq Alaih).
Disamping dipeliharanya hak kaum laki-laki (suami) dalam Islam, tidak lupa hak wanita (istri) juga harus dipelihara dalam segala hal. Nabi saw. menyatakan kepada laki-laki(suami) yang terus-menerus puasa dan bangun malam.
Beliau bersabda:
“Sesungguhnya bagi jasadmu ada hak dan hagi keluargamu (istrimu) ada hak.”
Abu Hamid Al-Ghazali, ahli fiqih dan tasawuf? dalam kitab hya’ mengenai adab bersetubuh, beliau berkata: “Disunnahkan memulainya dengan membaca Bismillahirrahmaanir- rahiim dan berdoa, sebagaimana Nabi saw. mengatakan: “Ya Allah,jauhkanlah aku dan setan dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau berikan kepadaku’.”
Rasulullah saw. melanjutkan sabdanya, “Jika mendapat anak, maka tidak akan diganggu oleh setan.”
Al-Ghazali berkata, “Dalam suasana ini (akan bersetubuh) hendaknya didahului dengan kata-kata manis, bermesra-mesraan dan sebagainya; dan menutup diri mereka dengan selimut, jangan telanjang menyerupai binatang. Sang suami harus memelihara suasana dan menyesuaikan diri, sehingga kedua pasangan sama-sama dapat menikmati dan merasa puas.”
Berkata Al-Imam Abu Abdullah Ibnul Qayyim dalam kitabnya Zaadul Ma’aad Fie Haadii Khainrul ‘Ibaad, mengenai sunnah Nabi saw. dan keterangannya dalam cara bersetubuh. Selanjutnya Ibnul Qayyim berkata:
Tujuan utama dari jimak (bersetubuh) itu ialah:
- Dipeliharanya nasab (keturunan), sehingga mencapai jumlah yang ditetapkan menurut takdir Allah.
- Mengeluarkan air yang dapat mengganggu kesehatan badan jika ditahan terus.
- Mencapai maksud dan merasakan kenikmatan, sebagaimana kelak di surga.
Selanjutnya Nabi saw. bersabda:
“Wahai para pemuda! Barangsiapa yang mampu melaksanakan pernikahan, maka hendaknya menikah. Sesungguhnya hal itu menundukkan penglihatan dan memelihara kemaluan.”
Kemudian Ibnul Qayyim berkata, “Sebaiknya sebelum bersetubuh hendaknya diajak bersenda-gurau dan menciumnya, sebagaimana Rasulullah saw. melakukannya.”
Ini semua menunjukkan bahwa para ulama dalam usaha mencari jalan baik tidak bersifat konservatif, bahkan tidak kalah kemajuannya daripada penemuan-penemuan atau pendapat masa kini.Yang dapat disimpulkan di sini adalah bahwa sesungguhnya Islam telah mengenal hubungan seksual diantara kedua pasangan, suami istri, yang telah diterangkan dalam Al-Qur’anul Karim pada Surat Al-Baqarah, yang ada hubungannya dengan peraturan keluarga.
Firman Allah swt.: “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa, bercampur dengan istri-istri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu, Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah kamu, hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian, sempurnakanlah puasa itu sampai malam, (tetapi)janganlah kamu campuri mereka itu, sedangkan kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya …” (Q.s. Al-Baqarah: 187).
Tidak ada kata yang lebih indah, serta lebih benar, mengenai hubungan antara suami-istri, kecuali yang telah disebutkan, yaitu: “Mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka.” (Q.s. Al-Baqarah 187).
Pada ayat lain juga diterangkan, yaitu:
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid, katakanlah: Haid itu adalah suatu kotoran. Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlahkamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri. istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu dengan cara bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan takwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemuiNya. Dan berilah kabar gembira bagi orang-orang yang beriman.” (Q.s. Al-Baqarah: 222-223).
Maka, semua hadis yang menafsirkan bahwa dijauhinya yang disebut pada ayat di atas, hanya masalah persetubuhan saja. Selain itu, apa saja yang dapat dilakukan, tidak dilarang.
Pada ayat di atas disebutkan:
“Maka, datangilah tanah tempat bercocok tanammu dengan cara bagaimanapun kamu kehendaki.” (Q.s. Al-Baqarah: 223).
Tidak ada suatu perhatian yang melebihi daripada disebutnya masalah dan undang-undang atau peraturannya dalam Al-Qur’anul Karim secara langsung, sebagaimana diterangkan di atas.
Sumber : Bustamam Ismail on June 11, 2009
dari Buku
—————————————————
FATAWA QARDHAWI, Permasalahan, Pemecahan dan Hikmah
Dr. Yusuf Al-Qardhawi
Penerbit Risalah Gusti
Cetakan Kedua, 1996
Jln. Ikan Mungging XIII/1
Telp./Fax. (031) 339440
Surabaya 60177
Kamis, 09 Desember 2010
Asmara
Asmara adalah sebuah kata yang sangat menyejukkan buat kawula muda. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ditulis, “Asmara mempunyai arti perasaan senang kepada lawan jenis.” Perasaan senang ini tidak kenal apakah ia berwarna hitam, putih, islam, kristen, budha maupun lainnya. Baik itu tingkah lakunya negatif maupun positif selama ia merasa senang maka ia dapat dikatakan lagi kasmaran. Yang kita hadapi saat ini adalah asmara yang dilakukan kawula muda saat ini kadang tidak sesuai dengan syar’i. Banyak kita temukan orang yang berpacaran yg sudah tidak malu lagi untuk menampakkan baik ketika berpelukan maupun berciuman. Bila hal ini disambung dengan jaman jahiliyah yang bisa bermakna sebuah era gelap sebelum Islam atau sebuah tatanan atau aturan menyimpang dari syariat, maka jelas kandungan maknanya adalah hitam atau negatif.
Yang penulis maksud dengan Asmara Jahiliyah adalah hubungan antara dua insan berlainan jenis yang tidak sesuai dengan standar syar’I yang bagiannya ada dua yaitu pacaran atau selingkuh. Yang pertama biasanya digunakan untuk hubungan dua lawan jenis di mana masing-masing belum terikat oleh hubungan pernikahan. Sedangkan yang kedua untuk yang sudah terikat tali pernikahan. Kedua bentuk hubungan di antara lawan jenis ini tergolong Asmara Jahiliyah, sekalipun dalam hubungan tersebut tidak terjadi Zina Akbar, minimal mukadimahnya pasti terwujud, maka dari sini keduanya layak dijuluki dengan Asmara Jahiliyah.
Di kalangan pria sebelum menikah, tidak sedikit dari mereka yang minimal melakukan Asmara Jahiliyah yang pertama alias pacaran. Di awali dengan hubungan perkenalan baik secara langsung maupun lewat media-media modern, email, facebook, chatting, sms dan sebagainya. Secara umum hubungan lewat media biasanya berlanjut dengan “Mudar” alias temu darat, bertemu orangnya dan kalau sesuai dengan incaran biasanya berlanjut dengan ngobrol-ngobrol, jalan-jalan, makan-makan, nonton film dan saling berkunjung, bahkan pada sebagian kalangan langsung ‘nembak’ saat memungkinkan alias berzina.
Bila kedua lawan jenis mengawali pernikahan dengan hubungan semacam di atas dan selanjutnya keduanya tidak bertaubat dan melakukan perbaikan-perbaikan, maka peluang terjadinya ‘hara-huru’ pada rumah tangganya sangat lebar sekali, sehingga perceraian menjadi sesuatu yang amat mudah terjadi dan hanya beberapa bulan setelah tali pernikahan diikatkan. Mau contoh? Lihat saja pernikahan para artis TV dan pilem. Siapa pun yang berakal dan menggunakan akalnya dengan baik, pasti akan menyetujui.
“…Ataukah orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu runtuh ke dalam neraka Jahanam bersamanya…” (At-Taubah: 109).
Seorang laki-laki harus senantiasa melihat dan berhati-hati agar tidak terlibat Asmara Jahiliyah ini. Bila memang berminat untuk menjalin hubungan, maka tempuhlah melalui jalur yang syar’i. Pendamping memang ditentukan oleh Allah, namun manusia bisa berusaha meraihnya dengan berbagai macam jalan yang halal yang tidak menyimpang. Mahligai pernikahan yang suci tidak patut ditempuh dengan cara yang berlumur dosa.
Hal yang sama berlaku untuk seorang wanita, agar tidak menjadi korban musang berbulu ayam, bila dia rela di Asmarai oleh laki-laki secara jahiliyah, maka dia harus rela menerima tiga hal: Pertama, hilangnya kesucian, dan yang kedua resiko bubarnya rumah tangga sangat lebar, ketiga mmpunyai anak di luar nikah, tiga hal pahit yang selayaknya tidak Anda kunyah bahkan menelannya. Wallahu a’lam.
Yang penulis maksud dengan Asmara Jahiliyah adalah hubungan antara dua insan berlainan jenis yang tidak sesuai dengan standar syar’I yang bagiannya ada dua yaitu pacaran atau selingkuh. Yang pertama biasanya digunakan untuk hubungan dua lawan jenis di mana masing-masing belum terikat oleh hubungan pernikahan. Sedangkan yang kedua untuk yang sudah terikat tali pernikahan. Kedua bentuk hubungan di antara lawan jenis ini tergolong Asmara Jahiliyah, sekalipun dalam hubungan tersebut tidak terjadi Zina Akbar, minimal mukadimahnya pasti terwujud, maka dari sini keduanya layak dijuluki dengan Asmara Jahiliyah.
Di kalangan pria sebelum menikah, tidak sedikit dari mereka yang minimal melakukan Asmara Jahiliyah yang pertama alias pacaran. Di awali dengan hubungan perkenalan baik secara langsung maupun lewat media-media modern, email, facebook, chatting, sms dan sebagainya. Secara umum hubungan lewat media biasanya berlanjut dengan “Mudar” alias temu darat, bertemu orangnya dan kalau sesuai dengan incaran biasanya berlanjut dengan ngobrol-ngobrol, jalan-jalan, makan-makan, nonton film dan saling berkunjung, bahkan pada sebagian kalangan langsung ‘nembak’ saat memungkinkan alias berzina.
Bila kedua lawan jenis mengawali pernikahan dengan hubungan semacam di atas dan selanjutnya keduanya tidak bertaubat dan melakukan perbaikan-perbaikan, maka peluang terjadinya ‘hara-huru’ pada rumah tangganya sangat lebar sekali, sehingga perceraian menjadi sesuatu yang amat mudah terjadi dan hanya beberapa bulan setelah tali pernikahan diikatkan. Mau contoh? Lihat saja pernikahan para artis TV dan pilem. Siapa pun yang berakal dan menggunakan akalnya dengan baik, pasti akan menyetujui.
“…Ataukah orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu runtuh ke dalam neraka Jahanam bersamanya…” (At-Taubah: 109).
Seorang laki-laki harus senantiasa melihat dan berhati-hati agar tidak terlibat Asmara Jahiliyah ini. Bila memang berminat untuk menjalin hubungan, maka tempuhlah melalui jalur yang syar’i. Pendamping memang ditentukan oleh Allah, namun manusia bisa berusaha meraihnya dengan berbagai macam jalan yang halal yang tidak menyimpang. Mahligai pernikahan yang suci tidak patut ditempuh dengan cara yang berlumur dosa.
Hal yang sama berlaku untuk seorang wanita, agar tidak menjadi korban musang berbulu ayam, bila dia rela di Asmarai oleh laki-laki secara jahiliyah, maka dia harus rela menerima tiga hal: Pertama, hilangnya kesucian, dan yang kedua resiko bubarnya rumah tangga sangat lebar, ketiga mmpunyai anak di luar nikah, tiga hal pahit yang selayaknya tidak Anda kunyah bahkan menelannya. Wallahu a’lam.
Pelajaran Untuk Manusia Sombong Dari Imam Hasan Al Bashri
Allah SubhanaWaTa’ala menciptakan Nabi Adam alaihisallam dari tanah liat yang lengket, tanah hitam yang bercampur lumpur. Para ahli tafsir berkata “Tanah hitam di sini maksudnya adalah abu-abu dan maksud dari tanah liat yang lengket adalah tanah liat yang melekat seperti lem”
Ketika Allah menciptakan Adam alaihisalam ,Dia membiarkannya dalam wujud tanah liat selama empat puluh hari.
Lalu angin masuk dari mulutnya dan keluar dari duburnya. Sebagian ahli tafsir berkata “Ketika Allah menciptakan Adam alaihi salam, Dia membiarkannya dalam keadaan tanah liat selama empat puluh hari. Suatu ketika setan lewat dan memperhatikannya dari tanah liat yang kering lalu dia meniupnya hingga tiupannya membuat Adam guncang. Dari sini setan mengetahui kalau Adam adalah makhluk yang lemah”
Allah SubhanaWaTa’ala berfirman “Dan Dia menciptakan manusia dalam keadaan lemah” (QS. An Nisa ayat 28)
Allah menciptakan manusia dalam keadaan sangat zalim dan sangat bodoh.
Manusia diciptakan memiliki sifat tergesa gesa. Ini merupakan tabiat dan watak yang sudah tertanam di dalam diri setiap manusia. Akan tetapi jika manusia mau mengatur,mensucikan,dan menyelaraskan dirinya dengan tuntunan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah, dengan ijin Allah niscaya dia akan menjadi lebih baik.
Akan tetapi seringnya manusia merasa sombong dan lupa dengan asal usulnya.
Berikut sebuah kisah tentang kesombongan seoarang anak manusia.
Ada salah seorang menteri dari Bani Umayyah yang dikenal sombong dan kejam. Dia mempunyai bighal (hewan peranakan kuda dan keledai, sehingga ukurannya pun lebih besar dari keledai dan lebih kecil dari pada kuda), kuda, pedang dan dia juga memiliki sejumlah pengawal.
Pada suatu hari dia lewat disuatu tempat, sementara seorang Ulama yang masyhur yaitu Imam Hasan Al Bashri rahimahullah sedang duduk duduk. Orang orang pun berdiri karena kedatangannya, kecuali Imam Hasan Al Bashri.
Sang menteri menoleh kepada Al Hasan seraya berkata “Kamu tidak kenal siapa saya?”
Al Hasan berkata “Justru karena saya mengenalmu, saya pun tidak ikut berdiri”
Sang menteri bertanya lagi “Kalau begitu siapa saya?”
Al Hasan berkata “Kamu adalah orang yang keluar dua kali dari tempat keluarnya air kencing dan kamu menahan rasa sakit serta perih. Kesudahanmu akan dikembalikan pada kebusukan yang kotor dan kamu berasal dari setetes air mani yang hina”
Sang Menteri pun terdiam seakan akan ada api yang menyambar mukanya.
Sumber : by : HAS yang dikutip dari Pesan Dari Prof.Dr. Buya Hamka
Ketika Allah menciptakan Adam alaihisalam ,Dia membiarkannya dalam wujud tanah liat selama empat puluh hari.
Lalu angin masuk dari mulutnya dan keluar dari duburnya. Sebagian ahli tafsir berkata “Ketika Allah menciptakan Adam alaihi salam, Dia membiarkannya dalam keadaan tanah liat selama empat puluh hari. Suatu ketika setan lewat dan memperhatikannya dari tanah liat yang kering lalu dia meniupnya hingga tiupannya membuat Adam guncang. Dari sini setan mengetahui kalau Adam adalah makhluk yang lemah”
Allah SubhanaWaTa’ala berfirman “Dan Dia menciptakan manusia dalam keadaan lemah” (QS. An Nisa ayat 28)
Allah menciptakan manusia dalam keadaan sangat zalim dan sangat bodoh.
Manusia diciptakan memiliki sifat tergesa gesa. Ini merupakan tabiat dan watak yang sudah tertanam di dalam diri setiap manusia. Akan tetapi jika manusia mau mengatur,mensucikan,dan menyelaraskan dirinya dengan tuntunan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah, dengan ijin Allah niscaya dia akan menjadi lebih baik.
Akan tetapi seringnya manusia merasa sombong dan lupa dengan asal usulnya.
Berikut sebuah kisah tentang kesombongan seoarang anak manusia.
Ada salah seorang menteri dari Bani Umayyah yang dikenal sombong dan kejam. Dia mempunyai bighal (hewan peranakan kuda dan keledai, sehingga ukurannya pun lebih besar dari keledai dan lebih kecil dari pada kuda), kuda, pedang dan dia juga memiliki sejumlah pengawal.
Pada suatu hari dia lewat disuatu tempat, sementara seorang Ulama yang masyhur yaitu Imam Hasan Al Bashri rahimahullah sedang duduk duduk. Orang orang pun berdiri karena kedatangannya, kecuali Imam Hasan Al Bashri.
Sang menteri menoleh kepada Al Hasan seraya berkata “Kamu tidak kenal siapa saya?”
Al Hasan berkata “Justru karena saya mengenalmu, saya pun tidak ikut berdiri”
Sang menteri bertanya lagi “Kalau begitu siapa saya?”
Al Hasan berkata “Kamu adalah orang yang keluar dua kali dari tempat keluarnya air kencing dan kamu menahan rasa sakit serta perih. Kesudahanmu akan dikembalikan pada kebusukan yang kotor dan kamu berasal dari setetes air mani yang hina”
Sang Menteri pun terdiam seakan akan ada api yang menyambar mukanya.
Sumber : by : HAS yang dikutip dari Pesan Dari Prof.Dr. Buya Hamka
Pernikahan Beda Agama
Saat ini banyak terjadi kasus pernikahan yang berbeda agama, dimana ketika dia hendak memutuskan menikah, dia hanya melihat pada rupa, harta, jabatan. Kalw pernikahan berbeda agama trjadi pada rakyat biasa, mungkin berita yang disampaikan tidak menjadi perhatian orang ramai. Tetapi bila pernikahan agama itu terjadi pada public figure, hal ini mencerminkan rendahnya kesadaran mereka akan arti agama itu sendiri. Dalam islam telah disebutkan bahwa pernikahan yang berbda agma adalah hukumnya Zinah, dan selama ia melakukan hal tersbut, maka hukumnya haram.
Dalam Surah Al-Baqarah (2) : 221, telh jels diterngkan yaitu :
"Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita yang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun ia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya . Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran".
Hal ini telah ditegaskan dalam Keputusan Fatwa MUI dalam Musyawarah Nasional VII MUI pada tanggal 19-22 Jumadil Akhir 1426 H/26-29 Juli 2005 M, nomor 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 tentang perkawinan beda agama.
Disinilah pentingnya peran serta tdk hanya MUI dan Pemerintah, tetapi juga masyarakat baik dilingkungan kerja, lingkungan tempat tinggal dsb. Islam adalah agama Universal, agama yang sangat-sangat mempunyai toleransi kepada pemeluk agama lainnya. Akan tetapi bila seorang Hamba Allah telah melanggar perintah dan larangan-Nya, maka azhab neraka jahannam lah yang akan menjadi tempatnya. Sadarlah wahai orang2 yang mengaku bahwa dialah Islam yang sbenar2nya tetapi pada dasarnya dia tidk mengetahui Agama Islam yang sesungguhnya.
Hadist Rasulullah :
Wanita itu (boleh) dinikahi karena empat hal : (i) karena hartanya; (ii) karena (asal-usul) keturunannya; (iii) karena kecantikannya; (iv) karena agama. Maka hendaklah kamu berpegang teguh (dengan perempuan) yang menurut agama Islam; (jika tidak) akan binasalah kedua tangan-mu (Hadis riwayat muttafaq alaih dari Abi Hurairah r.a);
Nabi Muhammad SAW telah memberikan wejangan terakhir kalinya ketika beliau menghembuskan nafas terakhirnya, yaitu dengan berpedoman kepada Al-Qur'an dan Sunnahnya, apabila kita keluar dari kedua hal tersebut, maka syafaat yang beliau janjikan tidak akan kita dapatkan.
Jadilah kita sebagai salah satu dari umat Mukmin yang bertakwa kepada Allah SWT dan kelak beliau akan mmberikan syafaatnya, Amin Ya Rabbal Alamin.
Dalam Surah Al-Baqarah (2) : 221, telh jels diterngkan yaitu :
"Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita yang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun ia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya . Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran".
Hal ini telah ditegaskan dalam Keputusan Fatwa MUI dalam Musyawarah Nasional VII MUI pada tanggal 19-22 Jumadil Akhir 1426 H/26-29 Juli 2005 M, nomor 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 tentang perkawinan beda agama.
Disinilah pentingnya peran serta tdk hanya MUI dan Pemerintah, tetapi juga masyarakat baik dilingkungan kerja, lingkungan tempat tinggal dsb. Islam adalah agama Universal, agama yang sangat-sangat mempunyai toleransi kepada pemeluk agama lainnya. Akan tetapi bila seorang Hamba Allah telah melanggar perintah dan larangan-Nya, maka azhab neraka jahannam lah yang akan menjadi tempatnya. Sadarlah wahai orang2 yang mengaku bahwa dialah Islam yang sbenar2nya tetapi pada dasarnya dia tidk mengetahui Agama Islam yang sesungguhnya.
Hadist Rasulullah :
Wanita itu (boleh) dinikahi karena empat hal : (i) karena hartanya; (ii) karena (asal-usul) keturunannya; (iii) karena kecantikannya; (iv) karena agama. Maka hendaklah kamu berpegang teguh (dengan perempuan) yang menurut agama Islam; (jika tidak) akan binasalah kedua tangan-mu (Hadis riwayat muttafaq alaih dari Abi Hurairah r.a);
Nabi Muhammad SAW telah memberikan wejangan terakhir kalinya ketika beliau menghembuskan nafas terakhirnya, yaitu dengan berpedoman kepada Al-Qur'an dan Sunnahnya, apabila kita keluar dari kedua hal tersebut, maka syafaat yang beliau janjikan tidak akan kita dapatkan.
Jadilah kita sebagai salah satu dari umat Mukmin yang bertakwa kepada Allah SWT dan kelak beliau akan mmberikan syafaatnya, Amin Ya Rabbal Alamin.
Langganan:
Postingan (Atom)