Dalam Islam di pastikan, paradigm seorang munafiq itu, indikasinya
adalah, berbicara berdusta, dipercaya rakyat berkhianat, dan kalau
berjanji tidak memenuhi janjinya. Sebagaimana sosok 4 orang pahlawan
koalisi di PDIP yang menampung para pembohong. Diantaranya Surya Paloh,
Muhaimin Iskandar, Jokowidodo dan Megawati. Mereka adalah tokoh
opurtunis yang menggayung bahtera kebohongan untuk meraih kekuasaan
dengan berbagai cara.
Sebagai kendaraan menuju opurtunisme yang
konseptual dalam hidupnya, banyak ujar kata yang dirangkai guna menarik
simpati umat, seolah pembela umat, padahal hanya sekedar bergantung
hidup dari umat yang menjadi kendaraan mereka menuju ambisi diri.
Surya Paloh Misalnya, lewat Nasdem, berkeliling daerah, seolah Nasdem
adalah media social, guna menyelamatkan rakyat dari kesulitan ekonome.
Dalam berbagai Wawancara ketua Nasdem Surya Paloh menyatakan dengan
Tegas, bahwa Nasdem tak akan pernah berobah menjadi partai, menurutnya
Nasdem hanya sebuah kendaraan menuju cita cita rakyat yang butuh bantuan
dan perlindungan, terutama yang berkaitan dengan ekonome. Namun janji
Surya Paloh bukan janji Gajah Mada, janji Surya Paloh janji seorang yang
mengecewakan Hamengku Buwono, yang membuat Pangeran dari Yogyakarta itu
keluar dari Nasdem, karena kecewa dengan sikap “Suya Paloh” yang
menggiring Nasdem menjadi partai.
Kedua , Muhaimin Iskandar yang
pernah kisruh dengan Al marhum Gus Dur, hingga beliau meninggal, masih
tidak mengakui keberadaan Muhaimin Iskandar. Muhamin iskandar sebagai
ketua PKB, tidak saja mengecewakan Gus Dur waktu itu, tetapi juga
mengecewakan Rhoma Irama yang menjadi tumbal kebohongan ketua PKB.
Politik Taqiyah ala Syiah, habis manis sepah dibuang. Bahkan keluarga
PKB versi Gus Dur hingga saat ini masih tak mau mengakui keberadaan
seorang Muhaimin Iskandar, ini termasuk badut politik paling pandai
beraksi.
Ketiga Jokowidodo, pernah berjanji menjaga amanah Ibu Kota
Jakarta, bahkan bersumpah atas nama “Allah” untuk menjadi Gubenur DKI,
meskipun pernah meninggalkan luka membengkak dihati umat Islam,
berkaitan dengan kota Solo, meninggalkan aib bagi umat Islam, “Solo”
berada dibawa naungan Wali Kota Non Muslim. Dijakarta juga membawa aib
bagi umat Islam, membawa seorang Ahok, seorang Kristen orthodox yang
masih lengket sikap sikap gerejani, banyak melakukan mutasi dari
kalangan Islam, dan melelang jabatan lurah, sehingga menjebak banyak non
muslim turut menyembut lelang tersebut, menjadi pilihan utama dan
jembatan menuju kekuasaan kaum trinitas.
Janji Joko Widodopun di
langgar [maklum sumpah politisi lebih bersifat taqiyah, dusta, apalagi
diisukan Syiah oleh Istri Jalal, tokoh Taqiyah Indonesia]. Memang kata
hadist seorang anak manusia itu akan dipertemukan dengan sahabatnya yang
sealiran, aliran tukang bohong seperti “Jokowi “ sudah pasti koalisinya
adalah para opurtunis politik, yang menjadikan media “Taqiyah” [Dusta]
sebagai media mencapai tujuan.
Selain Megawati dengan batu tulisnya,
terpaksan ditinggal hanya untuk mengkonsumsi dukungan rakyat, terpaksa
melempar batu tulis itu, dan keluar dari lingkaran batu Tulis yang
berisi dukungan terhadap Prabowo sebagai Presiden 2014. Perjanjian batu
tulis, lebih mencerminkan sikap gombal PDIP yang gila jabatan, dan
memasong demokrasi diatas kepentingan kelompok dan kepentingan pribadi
Perjanjian “batu tulis” merupakan sebuah “noda besar” PDIP yang memang
sengaja ditnggal, hanya untuk meraih kedudukan semata, bahkan “koalisi”
model PDIP itu termasuk “koalisi” numpang hidup saja, yang tidak
memiliki pengaruh terhadap kepentingan bangsa dan Negara.
Ini
membuktikan kalau PDIP adalah partainya orang orang opurtunis, yang
melangkah di bumi pertiwi untuk meraih pencitraan ditengah rakyat,
padahal selama PDIP berkuasa, tak ada karya yang menguntungkan bagi umat
Islam, melainkan merenggangkan antar umat Islam.(koepas)
Sumber : http://muslimina.blogspot.com/2014/05/wajah-dan-koalisi-para-pendusta.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar