Kamis, 09 Desember 2010

Asmara

Asmara adalah sebuah kata yang sangat menyejukkan buat kawula muda. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ditulis, “Asmara mempunyai arti perasaan senang kepada lawan jenis.” Perasaan senang ini tidak kenal apakah ia berwarna hitam, putih, islam, kristen, budha maupun lainnya. Baik itu tingkah lakunya negatif maupun positif selama ia merasa senang maka ia dapat dikatakan lagi kasmaran. Yang kita hadapi saat ini adalah asmara yang dilakukan kawula muda saat ini kadang tidak sesuai dengan syar’i. Banyak kita temukan orang yang berpacaran yg sudah tidak malu lagi untuk menampakkan baik ketika berpelukan maupun berciuman. Bila hal ini disambung dengan jaman jahiliyah yang bisa bermakna sebuah era gelap sebelum Islam atau sebuah tatanan atau aturan menyimpang dari syariat, maka jelas kandungan maknanya adalah hitam atau negatif.

Yang penulis maksud dengan Asmara Jahiliyah adalah hubungan antara dua insan berlainan jenis yang tidak sesuai dengan standar syar’I yang bagiannya ada dua yaitu pacaran atau selingkuh. Yang pertama biasanya digunakan untuk hubungan dua lawan jenis di mana masing-masing belum terikat oleh hubungan pernikahan. Sedangkan yang kedua untuk yang sudah terikat tali pernikahan. Kedua bentuk hubungan di antara lawan jenis ini tergolong Asmara Jahiliyah, sekalipun dalam hubungan tersebut tidak terjadi Zina Akbar, minimal mukadimahnya pasti terwujud, maka dari sini keduanya layak dijuluki dengan Asmara Jahiliyah.

Di kalangan pria sebelum menikah, tidak sedikit dari mereka yang minimal melakukan Asmara Jahiliyah yang pertama alias pacaran. Di awali dengan hubungan perkenalan baik secara langsung maupun lewat media-media modern, email, facebook, chatting, sms dan sebagainya. Secara umum hubungan lewat media biasanya berlanjut dengan “Mudar” alias temu darat, bertemu orangnya dan kalau sesuai dengan incaran biasanya berlanjut dengan ngobrol-ngobrol, jalan-jalan, makan-makan, nonton film dan saling berkunjung, bahkan pada sebagian kalangan langsung ‘nembak’ saat memungkinkan alias berzina.

Bila kedua lawan jenis mengawali pernikahan dengan hubungan semacam di atas dan selanjutnya keduanya tidak bertaubat dan melakukan perbaikan-perbaikan, maka peluang terjadinya ‘hara-huru’ pada rumah tangganya sangat lebar sekali, sehingga perceraian menjadi sesuatu yang amat mudah terjadi dan hanya beberapa bulan setelah tali pernikahan diikatkan. Mau contoh? Lihat saja pernikahan para artis TV dan pilem. Siapa pun yang berakal dan menggunakan akalnya dengan baik, pasti akan menyetujui.

“…Ataukah orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu runtuh ke dalam neraka Jahanam bersamanya…” (At-Taubah: 109).

Seorang laki-laki harus senantiasa melihat dan berhati-hati agar tidak terlibat Asmara Jahiliyah ini. Bila memang berminat untuk menjalin hubungan, maka tempuhlah melalui jalur yang syar’i. Pendamping memang ditentukan oleh Allah, namun manusia bisa berusaha meraihnya dengan berbagai macam jalan yang halal yang tidak menyimpang. Mahligai pernikahan yang suci tidak patut ditempuh dengan cara yang berlumur dosa.

Hal yang sama berlaku untuk seorang wanita, agar tidak menjadi korban musang berbulu ayam, bila dia rela di Asmarai oleh laki-laki secara jahiliyah, maka dia harus rela menerima tiga hal: Pertama, hilangnya kesucian, dan yang kedua resiko bubarnya rumah tangga sangat lebar, ketiga mmpunyai anak di luar nikah, tiga hal pahit yang selayaknya tidak Anda kunyah bahkan menelannya. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar