Senin, 27 Desember 2010

Sholeh Dalam Keluarga, Tantangan Terberat Para Suami

Dalam konteks ibadah, sholeh merupakan bahasa yang akan kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, yaitu pada saat seorang yang melakukan amalan-amalan seperti sholat, baca Al-Qur’an, dan puasa. Dalam konteks sosial juga, dapat kita jumpai seperti ketika orang memberikan bantuan terhadap sesamanya, membantu orang yang tertimpa musibah baik untuk lingkungannya maupun di luar lingkungannya. Orang yang sholeh akan banyak kita jumpai dalam kegiatan-kegiatan seperti kerjabakti, santunan anak yatim, atau relawan penanggulangan bencana alam. Tetapi, dalam konteks keluarga, orang yang bagaimana yang dikatakan orang yang sholeh ?
Dalam sebuah keluarga, seorang ayah, suami merupakan imam, pemimpin dalam keluarganya. Seorang ayah atau suami harus pandai untuk menempatkan dirinya sebagaimana layaknya ia sebagai ayah terhadap anaknya, sebagai suami terhadap istrinya. Tetapi cara yang bagaimana yang harus kita lakukan, karena tidak semua orang tahu bagaimana bersikap dalam keluarganya. Karena keberhasilan menjadi pemimpin dalam rumah tangga, bisa menjadi berkembang menjadi pemimpin di dalam suatu masyarakat baik lingkungan di tempatnya tinggal atau lingkungan kerjanya.
Setidaknya ada dua peran yang harus dijalankan seorang kepala keluarga, yaitu sebagai suami dan sebagai ayah bagi anak-anak. Seorang suami harus mampu berperan sebagai imam, teman, bahkan pembantu bagi sang istri. Sebagai Imam, suamilah yang membimbing dan mengarahkan sang istri. Dia harus bisa memberi contoh, dan menjadi kebanggaan keluarga. Kesatuan antara kata dan perbuatan mutlak dalam hal ini. Sebagai teman, seorang suami berarti harus siap menolong, mendengarkan, bahkan sebagai tempat curhat sang istri. Tidak ada lagi rasa canggung, apalagi takut saat istri mengungkapkan isi hatinya. Ini tentu susah, karena semua orang bisa memberi perintah, tetapi hanya sedikit orang yang bisa mendengar. Sedang sebagai pembantu, seorang suami harus paham kondisi dimana istri sudah kerepotan mengurus rumah tangga. Suami tidak merasa canggung saat harus membantu nyuci, nyetrika, ataupun belanja ke pasar. Bahkan saat masakan istri tidak enak sekalipun, suami akan memilih diam, demi menjaga perasaan sang istri.
Terhadap anak-anak, ayah yang sholeh harus mampu berperan sebagai idola, pembimbing, dan teman main mereka. Idola, karena anak kita akan meniru setiap kata dan perbuatan sang ayah. Pembimbing, karena anak-anak belum tahu betul mana yang baik dan mana yang buruk bagi mereka. Kedua peran ini, sebagai idola dan pembimbing, menuntut kepaduan antara kata dan perbuatan. Jika tidak, maka suatu saat anak akan komplain dan balik menyerang kita, apalagi anak-anak sekarang makin kritis. Sedang sebagai teman bermain, seorang ayah harus mampu berpikir dan bertindak layaknya anak-anak. Anak akan menemukan sosok kawan dalam pribadi sang ayah, sehingga dia tidak melulu bermain diluar. Jika seorang ayah mampu memerankan hal-hal diatas, Insya Allah anak yang sholeh bukan impian lagi. Amin Ya Rabbal Alamin.

Wallahu a’lam.
Semoga bermanfaat bagi penulis, dan kita semua sehingga kita makin bertakwa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar